Cirebon, 23 Juni 2025 — Wacana pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon kembali mencuat seiring dengan komitmen Indonesia dalam transisi menuju energi bersih. Pemerintah melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) berupaya mempercepat penghentian operasional PLTU batu bara sebelum masa teknis berakhir. Tujuan utama dari langkah ini adalah untuk menekan emisi karbon sekaligus mengejar target net zero emission pada 2060.
Sejak diumumkannya program JETP pada tahun 2022, Indonesia mendapat dukungan internasional hingga 20 miliar dolar AS sebagai insentif transisi energi. Salah satu poin utama dalam skema ini adalah penghentian PLTU secara bertahap, termasuk yang berada di wilayah Cirebon. Namun, hingga pertengahan tahun 2025, rencana pensiun dini PLTU Cirebon masih belum menunjukkan kepastian. Jadwal penghentian operasional belum diumumkan secara resmi dan belum ada kejelasan terkait skema yang akan diterapkan untuk menjamin keberlangsungan hidup para pekerja dan masyarakat yang selama ini bergantung pada keberadaan PLTU.
Ketiadaan informasi yang transparan telah menimbulkan kekhawatiran di tengah komunitas lokal. Sejumlah warga menilai bahwa proses transisi energi yang sedang berjalan tidak melibatkan mereka sebagai pihak terdampak. Para buruh merasa terancam kehilangan pekerjaan tanpa ada jaminan pelatihan atau pekerjaan baru, sementara pelaku ekonomi kecil di sekitar PLTU mulai merasa ditinggalkan. Ketidakpastian ini menjadi beban sosial yang nyata, terutama di tengah krisis ekonomi yang masih membayangi wilayah pesisir utara Jawa Barat.
Sementara itu, sebagian kalangan menyoroti bahwa proyek transisi energi ini masih terjebak dalam pola lama pembangunan yang top-down dan eksklusif. Istilah transisi energi berkeadilan belum menyentuh realitas di lapangan, di mana relasi kuasa antara negara, korporasi, dan masyarakat masih timpang. PLTU Cirebon, yang sebelumnya menuai kontroversi terkait perampasan lahan dan polusi udara, kini hendak dihentikan operasionalnya tanpa adanya mekanisme pemulihan bagi korban dan wilayah terdampak.
Menanggapi kondisi ini, SALAM Institute menggelar diskusi publik bertajuk "Apa Kabar Pensiun Dini PLTU Cirebon" pada Senin, 23 Juni 2025. Acara ini menghadirkan Dzaki Azhar sebagai pemantik, A. Najid As Syafiq selaku peneliti SALAM Institute, serta dimoderatori oleh Farid Alfian. Turut hadir pula perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung yang memberikan perspektif hukum dan advokasi masyarakat.
Diskusi ini menjadi ruang penting untuk mengurai benang kusut transisi energi di tingkat lokal. Agenda ini tidak hanya membedah kebijakan pemerintah, tetapi juga membuka ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan kritik. Penyelenggara berharap forum semacam ini dapat mendorong transparansi kebijakan sekaligus memperkuat posisi warga dalam proses perubahan struktural yang tengah berlangsung.
Transisi energi bukan sekadar mengganti sumber listrik dari batu bara ke energi terbarukan, tetapi juga soal bagaimana perubahan ini berjalan secara adil, partisipatif, dan tidak meninggalkan siapa pun di belakang. Tanpa kejelasan dan keterlibatan masyarakat, transisi hanya menjadi wajah baru dari ketimpangan lama yang terus berulang.
0 Komentar